Terusik

Tiba-tiba hal menyakitkan melintas dalam ingatanku. Seketika, mataku terasa perih dan panas. Seperti bara api yang mulai bergejolak. Tapi, kutahan sekuat tenaga agar air mataku tak meleleh jatuh membasahi pipiku yang tirus. Aku benci dengan diriku yang cengeng. Cengeng menangisi yang telah pergi dan berlalu. Itu artinya aku belum sepenuhnya beranjak. Bagaimana caranya ini berakhir? Berapa lama aku bisa mengatasinya? Tuhan sangat tahu seremuk apa hatiku, hanya Dia yang tahu. Dan tak ada yang lebih mengetahui lebih baik daripada Dia, bahkan diriku sekalipun. Kadang aku merasa apakah yang saat ini kuperlihatkan adalah kepalsuan. Keceriaan palsu, kebahagiaan palsu, senyuman palsu, aku mengatakan pada diriku semuanya baik-baik saja. Tapi sesungguhnya banyak luka yang harus disembuhkan. Dan aku bingung memulai darimana. Meski, semua masa lalu yang tak menyenangkan telah kuterima dengan lapang dada.  

Desember (2)

Setiap tetes hujan itu

Seperti detak waktu yang terus bergulir

Memanggil ingatan, merindu kenangan

Pada jalan-jalan basah, pada aroma tanah

Pada langit yang tiba-tiba kelabu

Bagaimana cara memutus rantai harapan

yang terlanjur mengakar

Di setiap hela nafas dan bait doa

Malam demi malam

Bagai tak berujung,

Bulan tampak pucat pasi

Aku jadi setengah bisu dan kaku

Melantun lagu-lagu sendu

Mari kita segera melerai rasa

Desember yang hampir usai

Garut, 31 Desember 2020

(Sajak Permulaan)

Untold

Aku harus bersiap

bila bukan kamu

Aku harus bergegas

bila bukan kamu

Unformatted

Mungkin bukan disini

di belahan bumi ini

di tempat ini

di tanah ini

di titik ini

.

Unfinished

Kau rasa sedih bukan?

Kau rasa pilu bukan?

Kau ingin marah bukan?

Kau ingin teriak bukan?

Bagaimana jadi remuk berkali-kali?

Kasihan…

.

Bidik #31

Buku-buku puisi yang menjadi koleksiku. Sangat sedikit memang, ini pasalnya karena buku-buku bergenre puisi harganya cukup mahal. Buku berhalaman tipis saja bisa seharga novel yang ketebalannya 4 kali lipat jumlahnya. Kadang aku penasaran mengapa buku-buku puisi harganya berbeda dari yang lainnya, itu karena bagiku terasa mahal. Hanya saja aku sangat menghargai karya-karya puisi yang ditulis dengan tangan dan pemikiran yang luar biasa.

Taken by : Redmi 5A

Bidik #30

Taken by : Redmi 5A

Saat belum ngekost, selepas shift siang, menginap di rumah sakit adalah pilihan terbaik karena lewat jam 9.00 malam kendaraan umum menuju rumah sudah jarang terlihat. Terlebih agak seram juga pulang malam sendiri di angkutan umum. Aku baru pulang setelah shalat subuh setelah itu berangkat kembali di siang harinya untuk shift siang hari ke-2. Itu rutinitas di awal-awal kena dinas shift.

Bidik #29

Taken by : Redmi 5A

Setelah sekian lama jalur kereta api di kota kelahiranku mati suri, tahun ini saatnya kembali bangkit dan beroperasi. Berbagai perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana masih terus dilakukan. Rute pertama yang akan dibuka adalah Garut Kota – Cibatu. Sebagai pecinta transportasi massal kereta api aku sangat menyambut hal ini dengan antusias. Ingin segera menikmati indahnya tanah kelahiranku melalui jendela kereta api.

Bidik #28

Kadang kala kita tidak menyadari segala karunia yang Allah SWT berikan melalui alam yang bersahaja menyejukkan pandangan mata. Aku baru menyadari betapa indahnya kampung halamanku beberapa tahun kemudian setelah hidup lama di perantauan. Rumahku berada di kaki Gunung Cikuray yang tinggi gagah menjulang menuju langit.

Taken by : Redmi 5A

Bidik #27

Taken by : Redmi 5A

Salah satu spot yang bagus untuk mengambil gambar di Hotel D’Bilz Pangandaran. Area kolam renang menjadi pusat/center dalam tata letak lokasinya. Ide yang menarik. Kesempatan yang patut disyukuri kala memperoleh segala nikmat fasilitas di hotel ini. Mungkin perlu ada review khusus terkait hotel ini. Selamat berlibur!